Minggu, 07 Oktober 2012

DHIDHIS dan PETAN Tradisi Wanita Jawa di Masa Lalu

 DHIDHIS  dan PETAN
Tradisi Wanita Jawa di Masa Lalu


 
sumber Foto :http://khozanah.files.wordpress.com/2010/08/petan2.jpg?w=620

“Dhidhis” dalam bahasa jawa berarti mencari kutu di kepala sendiri. Nah, apabila yang mencari kutu adalah orang lain di kepala seseorang yang lain, maka disebut “ PETAN”.
Ketika saya masih kecil, di desa saya masih ada Budaya Petan dan Dhidhis. Saat itu para wanita , seperti tradisi  wanita Jawa umumnya memanjangkan rambutnya.  Kutu rambut seperti  wabah menular dari rambut ke rambut. Barangkali karena saat itu belum ada shampo yang bagus, atau dikarenakan pola perawatan rambut yang masih terbelakang. Bahkan ada tradisi mencuci rambut dengan “lempung”, sejenis tanah liat yang lembut, bisa ditemukan di sungai.
Pada jam- jam istirahat setelah selesai memasak dan membereskan pekerjaan rumah, atau sepulang sekolah bagi anak- anak yang sekolah, biasanya para wanita istirahat duduk- duduk dibawah pohon yang rindang, mengobrol, mengawasi anak- anak yang sedang bermain sambil “ petan”.  Satu wanita  “ dipetani” wanita lainnya, wanita yang sedang “ metani” inipun dipetani wanita lainnya lagi... demikian sambung menyambung . Bisa terjadi empat atau wanita atau lebih yang  “petan”  sambung menyambung  .
Sambil petan mereka bisa ngobrol apa saja, menu hari itu, resep memasak, tips mengasuh anak, bahkan mungkin..maaf.. tips melayani suami...
Kadang suara teriakan dan gelak tawa, atau bahkan bisik- bisik bisa mengiringi budaya “ petan “ ini.
Nah, kalau DHIDHIS , ini adalah kegiatan mencari kutu dilakukan sendiri di kepala sendiri.
Tentu kegiatan dilakuakan apabila “pelaku” dalam keadaan sendiri . Sama halnya dengan petan, dhidhis bisanya dilakukan apabila seseorang sedang menganggur. Pekerjaan Rumah sudah selesai, sambil mengawasi anaknya bermain, kadang seseorang bisa dhidhis. Bagi anak- anak, remaja atau anak sekolah mungkin bisa kita dapati sedang dhidhis sambil membaca buku atau nonton televisi, atau kegiatan lain yang bisa “ disambi”... Dhidhis memang asyik banget...
Sekarang.... sepertinya budaya DHIDHIS dan PETAN sudah terkikis..
bagaimana di tempat Anda ?.. masih adakah ?

 
sumber foto :https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3KGiyW_XCqwd0Hk1B44jUBJEBEwPBppz5g_lQCr0yyoZjfrcAXdfp3zZ1pnrVcPovFT1bm8DGSLbXRIJT-IUNfuZXfAH7bD2Hx-i1GSEtx3FmDmY9ThcNw7cZacVqJJWs-ikpD7FXgJM/s1600/petan.jpg

sumber foto : http://multiply.com/mu/guekapokjatuhcinta/image/27/photos/16/600x600/8/petan.JPEG?et=OUxaTHR7xNvqVyUHwgiU%2BQ&nmid=107521272


MANUK-MANUK padha DHIDHIS dan PETAN



 “Dhidhis” dalam bahasa jawa berarti mencari kutu di kepala sendiri. Nah, apabila yang mencari kutu adalah orang lain di kepala seseorang yang lain, maka disebut “ PETAN”. Di teras atas rumah saya setiap hari banyak burung yang "ngaso". Diam - diam saya intip dari ruang studio saya, pelan-pelan, takut mengganggu, karena begitu tahu ada saya datang pasti mereka kabur...apa sih yg " mereka" , burung - burung ini lakukan... ternyata mereka pada DHIDHIS, ada juga yang PETAN...dibatasi oleh kaca jendela studio, saya coba abadikan kegiatan dhidhis dan petan mereka....sssttt... jepretnya pelan- pelan... takut ketahuan...foto sedikit terhalang kaca.. ..





































Minggu, 30 September 2012

Proses Belajar Langsung di Alam Mengikuti perjalanan belajar siswa SMA K St. Louis Surabaya di Yogyakarta








Proses Belajar Langsung di Alam
Mengikuti perjalanan belajar siswa SMA K St. Louis Surabaya
di Yogyakarta



Sin Lui, begitu  nama kerennya. Nama sebenarnya adalah SMA K St. Louis. Sekolah Katolik yang dikenal dengan coraknya yang meneladani Vincentius,hamba Tuhan yang sangat memperhatikan kaum miskin.
Sekolah ini  memiiki visi yang menekankan pendidikan yang menumbuhkan pribadi vinsensian yang utuh, yaitu yang beriman mendalam, unggul dalam budi pekerti dan keilmuan, kreatif serta peduli pada sesama, terutama yang miskin dan lemah.
Untuk mewujudkan visi sekolah itulah selalu diupayakan proses pembelajaran yang seimbang  dalam akademis maupun non akademisnya.
Bahkan proses Belajar di kelas diusahakan untuk mewujudkan cita- cita tersebut, tentunya melalui proses belajar yang lebih mengena.

Belajar langsung dari Alam

Salah satu upaya untuk mewujudkan visi tersebut adalah proses pembelajaran yang langsung dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Siswa diajak untuk mengamati secara langsung, bahkan mengalami sendiri satu sisi kehidupan masyarakat dan seluruh aspek sosialnya.
Kali ini  pilihan jatuh pada kota Yogyakarta , kota Pendidikan yang sarat dengan kecantikan budayanya lengkap dengan kehidupan pedesaan yang masih alami.
Kemudian dirancanglah sebuah perjalanan dengan harapan selama beberapa hari akan menjadi peristiwa yang sangat berkesan bagi para siswa dan menorehkan kenangan yang berguna bagi kehidupannya kelak.
Dan jadilah konsep perjalanan dimana siswa akan belajar tentang seni, budaya, ekonomi,geografi dan banyak hal melalui obyek wisata Yogyakarta, sekaligus mendalami sosiologi masyarakat pedesaan dengan menginap di sebuah desa dalam beberapa hari.


Perjalanan pembelajaran

Sebuah perjalanan pembelajaran dimulai.
Beraneka gambaran muncul membayangkan suasana pedesaan.
Dan para siswa pun saling lontarkan pernyataan akan berbagai kemungkinan yang terjadi. Nampaknya mereka benar-benar menikmat perjalanan.
Selepas perjalanan dari Surakarta, sudah terasa hawa budaya yang khas. Bentuk bangunan dan kegiatan masyarakat yang terlihat. Nampak pengendara sepeda berlalu lalang di sisi tepi jalan. Laki-laki, perempuan, tua muda, bahkan nampak seorang Nenek dengan masih mengenakan jaritnya bisa mengendarai sepeda.Tentunya pemandangan ini tidak akan didapatkannya di Surabaya.
Perjalanan terus saja berlanjut. 

Kali ini Candi Prambanan menantang setiap peserta untuk menyelami.
Begitu sampai di pelataran candi, para siswa langsung berhamburan mencari informasi.Sebagaian siswa langsung menjumpai petugas Candi untuk mendapatkan berbagai informasi, sebagian yang lain bekeliling mengambil gambar dan mempelajari bentuknya.
Mereka belajar langsung pada tempatnya, ada kepuasan yang terpancar.Kadang wajah yang serius menyimak tetapi terkadang tawa berderai menghiasi suasana itu.
Ini baru obyek pertama.
Masih banyak pembelajaran lain yang menanti.
Para Guru yang menemani “hanya” melihat dengan jarak, karena siswa-siswi begitu bebas belajar, dan mereka sudah mendapatkannya.


Obyek pembelajaran langsung

Perjalanan lebih seru dialami ketika mereka sampai di desa.
Suasana akrab langsung menyambutnya. Hujan rintik tidak mengurangi rasa kekeluargaan itu.
Bahkan lebih berasa.
Peserta langsung dibagi dalam kelompok, dan bersama para pemuda  yang siap memandu mereka diantar ke homestay-nya masing-masing.
Disinilah babak baru benar-benar dimulai.
Bagaimanapun keadaan homestay-nya, mereka harus terima.
Bahkan dari pendapat beberapa siswa rasanya lebih terasa belajarnya apabila mendapatkan rumah yang lebih sederhana.
Ada beberapa siswa yang kebetulan mendapatkan rumah sederhana, semula mengeluhkan kondisi rumah  dengan kamar yang tidak berpintu, kamar mandi di luar rumah , banyak nyamuk dan berbagai kesulitan yang lain. Di akhir perjalanan justru dia yang banyak menceritakan kesan indahnya.
Para siswa dihadapkan pada berbagai aspek sosial yang ada. Bahkan budaya dan kehidupan religiusnya.
Malam itu mereka menyaksikan kesenian Tradisional “Jathilan”
Adalah diluar dugaan kalau ternyata mereka begitu antusias menikmati. Meskipun sedikit takut-takut melihat beberapa pemain “kesurupan” namun keinginan untuk lebih mengetahui kesenian itu begitu besarnya.
Bahkan pada  malam esok harinya yang semestinya tidak ada lagi pertunjukan “Jathilan” atas permintaan siswa diadakan lagi pertunjukan itu.

 Bersama Pak Tani di Pagi hari

Hari masih sangat pagi.
Embun pun masih bergelayut diantara daun-daun.
Nampak Burung blekok dan kuntul yang menjadi ciri khas desa ini, berlompatan dari dahan ke dahan.
Para siswa peserta live-in sedang dalam perjalanan ke sawah.
Agendanya di hari kedua ini adalah mengikuti upacara menanam padi.
Sambil menikmati perjalanan yang hijau. Siswa-siswi mengabadikan burung-burung itu yang sebentar lagi akan terbang mencari makan di sawah-sawah.
Burung ini memakan ikan dan anak-anak katak di sawah.Tidak ada seorang penduduk pun yang merasa terganggu, bahkan mereka adalah sahabat-sahabatnya. Itulah yang membuat bagaimana burung-burung itu begitu kerasan dan tidak meninggalkan desa ini.
Dan burung-burung inilah yang akhirnya menjadi salah satu potensi desa.



Sampai di sawah, lumpur sudah menanti.
“Bu, didalam ada cacingnya ya ?” seorang siswa menunjuk sawah dengan wajah ragu.
“O,ya. Ada cacing,ada katak, ada lintah…hi….”.sang Guru menggoda.
Tetapi rupanya sang anak sudah lupa dengan cacing ketika melihat seorang temannya menghela sapi menjalankan luku dan garu. Suatu alat untuk menggemburkan dan membalik  tanah yang ditarik dua ekor sapi.
Asyik juga.
Akhirnya dua pematang sawah itu dipenuhi anak-anak yang mencoba menjalankan “luku” dan “garu”.
Tidak ada lagi yang jijik bahkan takut kotor. Mereka sudah melupakannya.
Yang ada hanyalah keinginan untuk menjadi “petani-petani” baru.
Saat menanam padi tiba. Siswa berjajar untuk mencoba menanam.
Wajah-wajah ceria menghiasi sawah.
Semua berlomba untuk mencoba.
Acara ini diakhiri dengan selamatan untuk memohon kepada Tuhan hasil panen yang berlimpah.dan  ditutup dengan makan bersama di pinggir sawah.
Ada kelelahan, namun rona belajar mengalahkannya.
Bahkan ketika mereka bertanya, “Berapa yang Ibu dapatkan dari ini semua?”
Ketika seorang Ibu menjawab perkiraan nominal, nampak mereka terhenyak.
“Jangan khawatir Bu, nanti berasnya saya borong…” semua tertawa.
Jawaban siswa ini begitu polosnya. Namun nampak bahwa dia sedang belajar sesuatu. Ada sebuah nilai yang mereka dapatkan.
Semoga tidak hilang begitu saja.


Ada  yang menarik ketika dalam perjalanan pulang dari sawah.
Seorang siswa menyaksikan penduduk desa sedang memandikan sapi, lalu dia bergabung. Diambilnya ember dan gayung. Diusap-usapnya tubuh sapi.
Hari ini ada seorang anak yang belajar memandikan sapi, padahal dia sendiri belum mandi….ah…jayus….  (istilahnya arek Sin Lui untuk yang tidak lucu)                                  

Pulang dari sawah semua siswa mampir di beberapa rumah penduduk untuk menyaksikan membuat emping.
Kebetulan di desa ini banyak pohon belinjo, yang buahnya merupakan bahan untuk membuat emping.
Puas membuat emping mereka pulang ke rumah penginapannya masing-masing, mandi dan bersiap-siap untuk kemudian belajar di kota Gedhe .
Banyak yang mereka pelajari.Beberapa tujuan pembelajaran lain antara lain:Kasongan, Keteb. Gereja Ganjuran dan  Pantai Baron.

 Hasil  pembelajaran

Sebagian dari kisah perjalanan ini cukup untuk bisa menggambarkan bagaimana model belajar di alam ala Sin Louis.
Di Setiap tempat mereka belajar dan membuat laporan.
Namun pada akhirnya laporan hanyalah sebagan kecil dari banyak hal yang mereka dapatkan.
Meskipun mereka mempunyai tanggungjawab besar untuk mempresentasikan laporannya dalam sebuah seminar, namun secara global bisa dikatakan bahwa itu bukanlah centre point dari keseluruhan kegiatan ini.
Ada banyak hal yang tidak tertuang dalam laporan, namun memiliki tempat tersendiri di ruang hati mereka masing-masing.

Proses pembelajaran bergulir begitu saja.
Nilai yang berupa angka pada laporan pada akhirnya menjadi kegiatan kognitif semata.
Mereka belajar tentang bagaimana saudaranya yang petani hidup.
Tentang arti sosialitas. Bagaimana para penduduk merasa aman dan nyaman di desa sehingga tidak lagi membutuhkan pagar berpintu di setiap rumahnya.
Rasa percaya penduduk pada setiap tamu. Mereka tinggal serumah dengan tamu tanpa curiga sedikitpun. Fasilitas rumah digunakan bersama. Kamar merekapun sebagian tidak berpintu.
Amboi…adakah suasana ini di perkotaan?
Nyatalah bahwa saling percaya,menjaga dan penuh keujujuran benar-benar menjadi  modal hidup yang besar.


Dalam bidang Seni, para siswa diajak untuk melihat langsung bagaimana proses penciptaan sebuah karya.
Rasa kagum dan apresiasi muncul tanpa diminta.
Ada pesona yang terpancar ketika tangan-tangan terampil sedang mengolah tanah liat untuk dijadikan guci dan berbagai benda gerabah lainnya di Kasongan.
Kekaguman itu tidak sirna begitu saja, karena sampai di Kota Gedhe, kembali mereka dihadapkan pada sebuah karya yang tak kalah indahnya. Kerajinan Perak. Dimana semua proses dilakukan dengan tangan secara manual .

Ketika keesokan harinya peserta diajak ke Keteb,Magelang untuk  belajar tentang gunung.para siswa pun dengan sukarela mau menggali informasi dan menyaksikan visualisasinya
Rasanya tidak rugi mengajak anak-anak ke sini. Karena banyak hal yang mereka dapatkan sekaligus disinkronkan dengan materi yang sudah diterima di kelas.

Demikianlah, satu per satu obyek dikunjungi.
Saat sore , malam, hingga pagi hari para peserta belajar di desa.
Suara jangkrik, kodok dan binatang malam menghiasi suasana.
Dan saat acara berakhir, kenangan menjadi begitu indahnya.
Nampak beberapa siswa berpamitan dengan induk semangnya masing-masing. Saling memberikan kenang-kenangan.
Yang ini di luar agenda acara.Menunjukkan betapa mereka belajar.
Menghargai dan mencintai sesama adalah salah satu tujuan kegiatan ini.
Rasanya itu sudah tercapai
Tak akan berhenti. Kegiatan ini akan terus berlanjut.
Karena SMA K St. Louis I Surabaya tidak akan berhenti membentuk jiwa-jiwa  yang Vincensian.
Viva Sin Lui..

Paulina Soesri Handajani

Fotografi, hobby terbaru murid-muridku



Dunia Fotografi memang lagi booming,
Di sekolah, apabila saya membutuhkan siswa untuk memotret sesuatu, saya tinggal minta tolong satu siswa, mereka sudah memiliki link dengan teman- temannya sehoby.

Saya manfaatkan mereka, sekaligus membuat grups.
Lumayanlah bisa bertukar ilmu dengan mereka.

foto foto berikut adalah hasil karya kami, saya dan murid- murid saya.

http://www.facebook.com/media/set/?set=a.4073727960570.2155871.1203553792&type=1

Rabu, 06 Juni 2012

SUSUNAN SILABUS DAN RPP YANG BENAR MENURUT PERMENDIKNAS NO. 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH


SUSUNAN SILABUS DAN RPP YANG BENAR
MENURUT PERMENDIKNAS NO. 41 TAHUN 2007
TENTANG STANDAR PROSES
UNTUK PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

"Bagaimanakah susunan Silabus dan RPP yang benar ?"

Demikianlah, pertanyaan ini sering sekali muncul .
Format Silabus dan RPP di suatu sekolah berbeda dengan format di sekolah lain, bahkan bisa saja terjadi format yang dibuat oleh satu guru berbeda dengan format yang dibuat oleh  guru lain, meskipun mereka berada dalam naungan satu sekolah.
Para Pengawas Sekolah di jajaran Dinas Pendidikan pun terkadang memiliki interpretasi yang berbeda.

Lalu susunan yang bagaimanakah yang benar ?

Untuk menjawab pertenyaan tersebut, ada baiknya dilihat sumber yang lebih kuat, yaitu pada Permendiknas no.41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah

Bisa dipelajari pada LAMPIRAN
Bab II. Perencanaan Proses Pembelajaran.
          
Dijelaskan bahwa  Perencanaan proses pembelajaran meliputi Silabus dan RPP ( Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ), yang memuat identitas mata pelajaran, Standar Kompetensi ( SK ), Kompetensi Dasar ( KD ), Indikator pencapaian kompetensi, Tujuan Pembelajaran, Materi Ajar, Alokasi waktu, Metode Pembelajaran, kegiatan Pembelajaran, Penilaian Hasil Belajar, dan Sumber Belajar.

Penjelasan secara khusus mengenai Silabus dan RPP terdapat pada poin A dan B.

A. SILABUS

Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

B. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

 RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.



 Komponen RPP adalah :
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
8. Metode pembelajara
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.


10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

C. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
5. Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

KESIMPULAN

Sampai pada bagian  akhir Peraturan ini tidak disinggung dan tidak pernah ditentukan mengenai format yang baku, namun tegas dituliskan mengenai muatannya

Bisa disimpulkan bahwa, Peremendiknas 41 tahun 2007 ini tidak mengatur mengenai format, tetapi lebih  menuntut pada muatannya.

Oleh karena itu tidak perlu dibuat polemik yang berkepanjangan mengenai format yang benar, karena format bisa dikatakan benar apabila muatan di dalamnya sesuai dengan apa yang diminta dalam permendiknas ini.

Meskipun format bukanlah sebuah tuntutan, namun tentunya harus dibuat format yang sistimatis dan runtut., seperti halnya apabila kita akan mengenakan sepatu, maka kaus kaki kita pasang dahulu, barulah sepatunya dikenakan.

Sumber    : Permendiknas no. 41  tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Pendidikan
                     Dasar Dan Menengah


 Untuk lebih jelasnya, silahkan buka tautan berikut :